• Welcome to @donisuitela Official Site

    Stories, Experiences, IT Tutorial, Soccer and Many more

  • Cara aman dan asik berbelanja online

    Ubahlah cara belanja Anda agar tidak ketinggalan zaman. Bagaimana caranya? Lihat disini

Tuesday, February 20, 2018

Hidup Sebagai Ambon Kart

Saya lahir dan dibesarkan di Jawa Barat tepatnya kota Bogor. Ya buat saya Bogor adalah kota kecil dengan berjuta kenangan. Selama lebih dari 27 tahun hidup saya dihabiskan dikota ini dan seperti anak muda rumahan lainnya di Jawa Barat, saya siap untuk menghabiskan seluruh hidup saya dikota ini. Singkat kata saya sudah jadi orang Jawa barat aseli lho.

Meskipun demikian, dalam pergaulan sehari-hari dimana saya tinggal disebuah kampung bernama Leuwikotok yang berbahasa sunda yang jauh dari kata halus. Mempertimbangkan warna kulit dan bentuk hidung yang berbeda tetap saja dari dalam hati saya tahu bahwa saya orang Ambon. Saya belum pernah ke Ambon semenjak lahir ke dunia ini dan Bapak saya yang aseli ambon pun tidak pernah mengajak saya kesana bahkan untuk sekedar liburan, Itulah yang dinamakan Ambon Kart. 

Saya bisa berbahasa Sunda khas Bogor yang bernuansa "aing sia", nilai bahasa sunda saya tidak jelek dan saya pun punya garis keturunan sunda aseli dari nenek saya yang orang Sukabumi, jadi saya bisa mengklaim bahwa saya adalah orang sunda 25%, dan saya sangat bangga akan hal itu.

Makan-makan dengan Alm Nenek Saya di Sukabumi
Tahun berganti tahun dan nasib membawa saya untuk bekerja di sebuah BUMN bidang perposan. Permasalahan terjadi ketika saya memperkenalkan diri dimana selalu saya katakan bahwa saya dari Bogor padahal teman-teman dan para senior, dengan melihat casing dan nama marga saya sudah tahu bahwa "ah sudahlah ngaku aja kamu dari mana" kemudian dengan setengah suara saya mengakui bahwa "iya pak/bu saya dari Ambon tapi belum pernah kesana" lalu keluarlah gelak tawa dari teman-teman.

Sebagai Ambon Kart ada hal-hal yang dimiliki orang Ambon yang besar di Ambon yang saya tidak miliki. Seperti kepercayaan diri dalam menyanyi, main gitar dan juga satu lagi ya berenang. Bagaimana saya bisa berenang kalau berenang aja cuma disusukan yang sempit dan gak dalem dan maaf sering banyak lele koneng. Apa itu lele koneng ya udahlah, gak usah dibahas ya. Selain dari itu satu lagi yang saya gak punya yaitu sikap tegas, harus diakui saya cenderung cengengesan tapi seiring berjalan waktu saya belajar untuk tegas. Hmm semoga bisa ya.

Itulah beratnya hidup sebagai Ambon Kart, kadang orang mungkin kecewa karena berharap saya bisa nyanyi atau main gitar atau nagih hutang hahaha. Tapi ya saya gak bisa, atau anggap aja belum bisa ya.

Warna kulit gelap ini juga membawa saya ke suatu pengalaman baru, saya kemudian ditempatkan di ujung timur Indonesia yaitu Jayapura. Sebagai orang Jawa barat awalnya saya takut untuk ke Papua. Jantung saya dag dig dug dan napas susah diatur ketika mendengar pengumuman penempatan. Tapi saya pasrah saja dan coba menjalani dengan berharap ada banyak pengalaman baru yang bisa mengubah mental saya menjadi lebih pemberani.

Di Jayapura permasalahan baru sebagai Ambon Kart muncul. Orang Ambon terkenal kuat minum disini, bukan minum air putih tapi ya taulah ya, minum sofi. ini adalah minuman khas Ambon yang mengandung alkohol yang rasanya yah lumayan panas dileher lha. "Doni ko orang ambon to? kmari ko minum dulu" seru rekan kerja senior yang berbadan besar. "Ah tidak bapak sa tra tau minum sa orang Bogor" kata saya beralasan, tapi ya mau tak mau saya hampiri karena takut pace dia marah. Akhirnya saya minum juga tapi ya cuma 2 sloki saja kemudian saya pamit dengan alasan melanjutkan pekerjaan. Lalu Bapak dia bilang "Ok doni kam lanjut sudah, kerja yang baik ya, kasih betul itu semua komputer-komputer yang rusak itu" saya jawab "baik bapak terimakasih"

Petualangan saya di Jayapura berakhir dan saya dipindahkan ke Bandung, ibukota Jawa Barat dengan tutur bahasa yang halus. Saya mengerti bahasa sunda halus tapi untuk berbicara bahasa halus bibir saya berat dan lebih memilih bahasa Indonesia. Hanya percakapan dengan teman seumuranlah saya berani berbahasa Sunda.

Kembali kemasalah Ambon Kart, Beban saya sebagai Ambon Kart adalah saya tidak pernah ke Ambon, adalah hal yang memalukan bagi saya sebagai orang Ambon yang tidak pernah ke Ambon. Teman-teman di Bandung selalu bilang "Masa orang Ambon gak pernah ke Ambon, wah Ambon kw nih haha" Jadilah saya bahan tertawaan.

Penempatan di Kantor Pusat Bandung membawa saya ke Perjalanan Dinas yang mengelilingi Indonesia, dan Akhirnya yang saya nantikan terjadi ya akhirnya saya bisa jalan dinas ke Ambon. Sejarah mencatat tepat pada hari valentine 2018 saya menginjakan kaki pertama kali dipulau Ambon tepatnya di Bandara Patimura Ambon. Sebuah pengalaman spiritual bagi saya ini seperti perjalan ziarah rohani ke Yerusalem, atau ke vatikan hehe. bahkan lebih dari itu, saya merasa lengkaplah sekarang saya bisa mengatakan bahwa saya orang Ambon haha plong.

Mendarat di Bandara Pattimura Ambon

Perjalanan dinas saya cuma 2 hari semalam saja dan hal yang pertama saya lakukan adalah saya pergi ke negeri suli tempat Bapak saya berasal. Bukan hal sulit bagi saya untuk menemukan kampung bapak saya karena disamping Ambon hanya pulau kecil tapi juga bekerja di Pos ya tinggal tanya orang Pos saja dimana alamat dan cling dia langsung tau. Orang Pos itu seperti google map tau semua alamat, percayalah. Jadi kalo untuk pengiriman ke daerah-daerah pakai pos ya jangan yang lain (Iklan).

Akhirnya saya bisa berfoto dengan keluarga besar saya di Ambon, menginap di kampung suli yang sangat dingin dan masih bernuansa hutan. tak perlu foto-foto ditempat wisata disana. Cukup dengan foto-foto dirumah keluarga di Suli saya sudah puas. Mendengar cerita om dan tante tentang masa lalu dan masa kini keluarga besar kami. Sungguh mengalirkan dopamine diotak saya dan memberi ketenangan pada jiwa saya.

Berfoto dengan Om dan Tante di Ambon
Dengan Bapa Minggus atau Bapabong

Akhirnya seorang Ambon Kart ini menginjak Ambon dan sah sebagai orang Ambon. Cuma 2 hari yang singkat tapi saya berterima kasih kepada teman-teman di Kantor Pos Ambon yang ramah-ramah dan mengantarkan saya ke Suli dan juga untuk makan papeda dengan kepala ikan yang besar dan enak. Juga keluarga besar Suitela di Suli yang menyambut saya penuh kehangatan. Saya tidak akan melupakan ini. Terima kasih, Dangke banyak lai

Saya akan melanjutkan hidup saya sebagai Ambon Kart dengan penuh kebanggaan. Sebagai orang Ambon yang penuh kasih sayang namun tegas, selalu dekat dengan keluarga dan menghormati orang tua seperti tertulis dan terdengar dalam lagu-lagu Ambon yang romantis. Tentang mama, tentang papa, tentang maytua, tentang anak.

Sekali lagi Dangke Banyak Lai ........